Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Bersama Yesus Wabah Apapun Itu Pasti di Kalahkan

April 13, 2020
Bersama-sama menghadapi Covid-19 ikuti prosedur kebijakan Pemerintah

Gmimbetel Ketika Social distancing diterapkan dan orang merasa dikurung dalam masa yang tidak menentu, aduuhhh sampai kapan kang? Banyak yang mulai panik dan ketakutan. Kami minta mujizat-Mu Tuhan…Tuhan…Tuhan????. Dalam sejarah orang percaya ternyata ada saat dimana Tuhan sengaja melakukan “Social Distancing” (jaga jarak) dengan umat-Nya.

Bahkan dalam jangka waktu yang sangat lama sekali, beratus ratus tahun, ketika Dia “membiarkan” orang Israel diperbudak di Mesir. Tuhan juga mengijinkan bangsa Babilonia, menindas dan "mengurung” Israel selama 70 tahun sebagai budak di Babel. Tuhan pernah tidak lagi berbicara kepada umatnya, melalui nabi, sesudah Maleakhi. Baru 400 tahun kemudian Dia tampil melalui Yohanes menyerukan pertobatan karena kedatangan Mesias Sang Juruselamat, Yesus Kristus.

Baca Juga : Kisah Hidup Dari Kepahitan Menjadi Pengampunan

Ada satu catatan menarik, ketika Israel dihancurkan Babel pada tahun tahun 586 SM, berbagai bangsa silih berganti menjajah mereka. Seperti bangsa: Babilonia, Persia Media, Yunani, Seleukus dan Ptolemius. Kemudian Bangsa Romawi, Bizantium, Persia, bangsa Arab, Kekaisaran Ottoman. Sesudah itu 400 tahun Ottoman dikalahkan Inggris. Akhirnya, kemudian Inggris mengijinkan Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948. Tahukah anda perlu waktu Israel dipulihkan Tuhan? Butuh masa 2.534 tahun.

Sebelum lebih jauh, saya ajak kita melihat konteks kita sekarang….

Seorang pakar Science politik Amerika yang bernama Samuel P Huntington pernah “menubuatkan” sebuah kondisi dunia yang dia gambarkan sebagai “Clash of Civilization” (Benturan Peradaban). Di dunia kita dalam skala yang berbeda, akan terjadi pertarungan besar. Kondisi ini bisa saja menjadi pemicu terjadinya keruntuhan peradaban manusia. Menurut Huntington, pemicunya adalah agama dan kebudayaan.Termasuk di dalamnya isu HAM, Demokrasi dan Lingkungan hidup.

Sebagai contoh, terjadinya benturan-benturan kecil dalam peradaban moderan dengan liberalismenya mengakibatkan lunturnya kultur masyarakat timur. Saat ini kita saksikan sebuah fakta yang nyata. Kebiasaan-kebiasaan kita di kampung, mulai terkikis habis. Budaya menghargai orang tua, menghormati para pemimpin masyarakat seperti Hukum Tua apalagi Camat dan Kepala Daerah mulai berubah. Dulu orang malu kalau harus dipanggil dan diurus di balai desa atau rumah Kuntua. Suatu aib yang bahkan bisa mempermalukan famili dan anak cucu.

Waktu itu biasa di tanah Minahasa, ibu-ibu masih baku minta rica deng tomat, bahkan ada yang minta api pa birman sambil bawa gonofu di tampurung. Masa dimana orang-orang masih baku tulung ba pacol akang tu kobong, angka rumah rame-rame (mapalus), upahnya? cukup sadia kopi dan kukis panada dan tentunya sahabat setia pinaraci (for beking hangat suasana dan dan kalau ada sadiki RW for tola-tola asal jang talebe).

Di sekolah para dosen dan guru dipanggil tuang guru dan mneer. Sangat dihormati. Biarpun ada guru/dosen killer (panjaha). Murid malu dan lari kalau ketemu mereka di jalan. Kalu bapontar sampai larut malam kong dapa lapor pa mner, kong dapa onderzoek di sekolah abis itu mo dapa straf.

Orang yang lahir di era tahun 50an sd 80an rindu dengan nostalgia indahnya masa di kampung dahulu. Era bermain ramai ramai di kuala (sungai), mandi pancuran, maen permainan kampung sperti kokotrek, sleepduur, maen kanikir, main goro, lompat tali, cenge dan masih banyak lagi. Pulang sekolah anak-anak disuruh menyusul orang tua ke kebun makang di kobong. Ada yang dapa suruh jaga ade-ade yang lebeh kacil karena mama dan papa ada mento’ (tinggal) di kobong karena mo ba kopra atau beking captikus, for bayar anak pe SPP.

Dulu, kalau ada orang meninggal, untuk menghormati semua bunyi-bunyian seperti Tape Cassete yang sementara putar lagu Dian Pisesha atau Panbers, apa lagi lagu disko Boney M, dapa suruh kase mati capat.

Indahnya…sebenarnya, masa itu belum terlalu lama. Baru sekitar 30 atau 40 tahun lalu. Rasanya masgul mengingat kenangan itu. Sepertinya, orang sekarang tidak lagi mempedulikan hal-hal seperti itu. Karena sekarang semua dikejar untuk mancari deng sibuk deng banyak urusan. So nyanda baku pasiar, so nyanda baku undang. Mengenang masa itu, sungguh sebuah memori yang manis dan rindu ingin kembali. Ahhh, mungkin saya terlalu cengeng dan sensii.

Kalau diceritakan kepada anak cucu kita (generasi milenial), mereka akan mentertawakan kita, yang mereka sebut generasi kolonial, kuno kata mereka. Ahhh jaman telah berubah.

Sekarang, semua telah menjadi modern dan canggih. Aktifitas apapun ada aplikasi yang siap melayani, seperti Go Pay dan OVO dan lainya. Sekarang era dimana ABG nongkrong di kafe, minum juice sambil numpang Wifi. Sekarang masanya teknologi AI (artificial Intelegence/kecerdasan buatan). Era robot dan drone.

Ada prototipe robot seperti manusia. Boleh berinteraksi seperti orang betulan. Boleh bakutulung. Ada yang boleh jadi teman bicara, curhat. Jenis tertentu dapat merespon dengan simpatik dan siap mendengarkan apapun keluh kesah kita. Bahkan ssst ada jenis yang bisa jadi teman tidur.

Di lain pihak tekhnologi kedokteran; boleh operasi pakai sinar laser. Tekhnologi transplantasi organ tubuh. Jantung buatan, mata bionic dan lain-lain. Bahkan rekayasa genetic sudah sampai pada kemungkinan “menciptakan” manusia tanpa proses biologis. Canggih!

Kembali ke konteks kita,

Di era serba liberal ini, semua yang dari barat dianggap hebat dan diadopsi. Termasuk kebebasan berbicara kebablasan. Semua itu mendapat tempat yang sangat empuk karena internet merambah seluruh bagian kehidupan masyarakat moderen. Dan lebih dahsyat lagi ketika munculah era medsos. Tempat orang berekspresi bebaaaassss sekali. Saking bebas orang boleh bicara apa saja dan komen apa saja.

Kita masih ingat tentang kisah Ahok. Begitu luar biasa bergulir dan mengguncang dunia perpolitikan Indonesia. Seperti ramalan Huntington, isu agama (SARA) begitu kental, jadi pemantik yang mendorong jutaan orang di Indonesia terlibat aktif dalam kisruh tersebut. Ahok bahkan mampu menarik perhatian orang di berbagai penjuru dunia.

Benturan luar biasa terjadi dan dimainkan dengan penuh emosional. Fenomena Ahok berdampak luas sampai kepada isu intoleransi, dan juga tuntutan khilafah di digaungkan oleh kelompok tertentu. Benturan demi benturan dan puncaknya pada pemilu di tahun2019. Betul-betul membuat Indonesia bergoncang dengan keras. Medsos mendominasi berbagai dinamika yang terjadi. Medsos terbukti sangat jitu dan strategis menggulirkan isu untuk menarik simpati atau antipati. Dahsyatnya publik opini.

Salah satu keunikan di dunia maya tidak ada batasan dan protokoler serta pengamanan pengawal pribadi. Dengan menjadi folower anda bisa jadi temannya presiden Jokowi. Boleh canda-candaan dan nyundul minta sepeda, sapa tahu dikasih. Anda juga bisa saling ngetweet dengan Donald Trump presiden Amerika. Medsos memungkinkan kamu bisa saling sapa hai-hai dengan Boy Band terkenal Korean-POP BTS, atau Taylor Swift. Wow amazing sesuatu yang dulunya mana adaa…

Tapi miris ketika anda tidak suka dengan orang lain. Maka anda bisa ngomong seenaknya dan maki-maki. Sekarang bukan hal yang aneh kalau ada tokoh politik bahkan pemimpin umat juga dibuly. Anda bisa mengata-ngatai seseorang dengan sedemikian sadisnya dan menghakimi mereka. Ketika ibunda Jolowi meninggal dunia, mirisnya di medsos beredar berbagai macam hinaan. Ada yang menyoraki, dengan up-up & like. Padahal sudah ada UU ITE. Sungguh mencengangkan bangsa kita, malu sama negara-negara lain.

Berkaitan dengan penanganan Corona :

Sekalipun anda bukan siapa-siapa bukan pakar kesehatan bukan dokter, lewat medsos anda boleh menolak semua langkah pemerintah. Sepertinya sah-sah saja boleh tidak setuju bahkan menjudge seenaknya sambil bilang bego, dungu dan lain-lain kepada pemimpin pemimpin lembaga negara. Cuitan anda dapat saja bergema dimana-mana bahkan sampai seluruh dunia dan dapat menjadi trending topik kalau disukai banyak orang. Waduhhh

Sekedar catatan: anda bahkan tiba-tiba saja dapat menjadi artis dadakan karena bertingkah konyol dan lucu sambil nyanyi lagunya Sahrukh Khan. Atau ada anak kecil tiba-tiba terkenal karena naik tiang bendera. Anda bisa diundang wawancara dan kalau mujur boleh ketemu menteri dan jadi bintang iklan.

Dampak Medsos. menurut statistik di seluruh dunia, pengguna medsos ada 3,5 milyar orang. Di Indonesia sendiri ada 150 juta orang pengguna aktif berbagai platform.
Sebagai pembanding, anda bisa bayangkan ada di satu stadion berisikan 40.000 berbicara dan bersorak bersama sama ketika goal terjadi….betapa gemuruhnya stadion tersebut.

Tapi di medsos beratus kali dan beribu kali lebih banyak lagi orang yang terlibat. Ketika serempak mereka berguman berbicara dan berteriak bersama-sama, jiklau ditransfer dalam bentuk bunyi suara, maka gemanya menjadi seperti sebuah goncangan yang dahsyat. Ibarat mampu membuat bumi ini bergetar. Suatu resonansi getaran yang mengakibatkan gema yang hebat dalam berbagai bidang kehidupan umat manusia.

Bayangkan gelombang elektromagnetik yang tidak kelihatan dan bergerak di dalam sunyi. Tetapi ketika muncul dalam bentuk suara dan gambar/video, maka terjadilah berbagai-bagai kegemparan di mana-mana. Sebuah benturan luar biasa! Dapat meluluh lantakkan apa saja. Dampaknya bisa memporak porandakan apapun yang ada di depannya. Menjadi seperti sebuah tsunami besar. Seluruh dunia dilibas dengan terjangan yang langsung bisa menghancurkan. Di lain pihak masyarakat kita sudah berubah dan mulai tidak percaya system yang mapan.

Corona virus telah menghebohkan dunia sedemikian rupa. Padahal, Menurut statistik setiap hari terdapat 160.000 (seratus enampuluh ribu) orang yang meninggal di seluruh dunia. Di seluruh dunia setiap tahun 58 juta orang meninggal. Menurut UNICEF setiap hari ada 15.000 anak meninggal. Angka-angka ini sangat fantastis tapi kalah heboh dengan orang yang mati karena Corona. Semenjak peristiwa kematian pertama di Hubey Tiongkok pada bulan Desember 2019, jumlah korban yang meninggal sampai hari ini “baru” 55.188 ribu orang dari 1.040.656 orang yang terpapar.

Sebenarnya menurut para ahli, Corona bukanlah sesuatu yang terlalu mengerikan. Memang penyebarannya yang begitu cepat dan maaif. Setiap hari puluhan ribu orang terjangkit.
Akan tetapi ternyata, kita sendiri yang ciptakan kehebohan ini.

Beragam cara ditempuh pemerintah untuk mengatasi kondisi ini. Bingung mana yang mau diterapkan Lockdown atau Penutupan Terbatas, Karantina total, atau apalah. Para pakar dan tekhnokrat jadi sperti orang bodoh karena langkah yang disiapkan, masih dalam bentuk konsep/kajian, sudah dibanting sedemikian rupa oleh orang lewat media (sosial).

Dihimbau untuk Social Distancing, jangan mudik demi kebaikan sendiri atau keluarga, ehhh orang tidak peduli. Puluhan triliun dana dikucurkan pemerintah lewat jaring pengaman sosial. Tapi opini negatif membuat orang tidak percaya. Kasihan Jokowi, kasihan para pemimpin. Mereka bekerja siang malam dan stress memikirkan langkah terbaik. Sementara itu sebagian politisi mengail di air keruh bahkan ada yang meminta pergantian pemimpin negara.

Padahal untuk membasmi Corona masyarakat disuruh diam saja di rumah, jaga jarak dan selalu cuci tangan. Sesederhana dan sesimpel itu untuk menyetop transmisi virus ini. Cuma itu langkah paling efektif. China telah buktikan. Tapi tau sendiri kan bagaimana di lapangan faktanya...

Ironis lagi, ketika ada orang mati karena corona jenasahnya dirampas keluarga (Kendari-Sulawesi tenggara). Ada pasien yang melarikan diri tidak mau di rawat. Ada yang Cuma minta discan cek suhu tubuh sampai ngamuk-ngamuk. Dilarang keluar kota, tapi memaksakan diri untuk pulang kampung padahal pemerintah sudah menjamin semuanya. Tapi siapa yang dapat membendung aktifitas juta warga yang tidak peduli resiko.

Sebagai orang Kristen kita telah melihat berbagai benturan telah terjadi mulai dari peristiwa penciptaan manusia. Ketika manusia melawan Tuhan dan jatuh dalam dosa, mereka dikutuk. Homo homini lupus, Kain membunuh Habel. Salah satu kutukan "alam" menjadi musuh manusia.

Masa-masa kesukaran kita hari ini juga sudah banyak dinubuatkan antara lain dalam Lukas 24 tentang nbuatan akhir jaman. Artinya sebagai peringatan supaya orang percaya tidak takut meskipun masa itu tiba.Karena Tuhan tetap mengendalikan semuanya.

Fakta, dari semua kekacauan yang terjadi di dunia ini, Tuhan tetap tampil dan ambil alih tepat pada waktu yang Dia tentukan (Khairos).

Berkaitan dengan Corona dan dampak yang ditimbulkannya, seorang rekan pelsus yang juga adalah seorang dosen mengatakan secara ilmiah kondisi dunia seperti fenomena yg ada sekarang belum pernah diteliti. Belum ada teori belum pernah diukur. Jadi belum tahu apa yang akan terjadi dengan kekeristenan, sesudah masa ini berlalu. Apakah orang semakin percaya kepada Tuhan atau terjadi kemerosotan rohani yang lebih memprihatinkan? Who knows…

Mungkin Corona ini mengingatkan satu kondisi yang berubah dari kemanusiaan kita. Kehidupan sosial yang normal. Kehidupan yang rukun dan damai. Baku baku, baku-baku sayang. Bahwa anda tidak dapat hidup sendiri dan mementingkan kemauan sendiri. Lihat akibat corona negara yang sehebat dan sebesar Amerika saja hancur ekonominya. Dan harus ditolong oleh China dan Rusia, ironis bukan?

Tapi jangan biarkan roh ketakutan menguasai kita. Rasul Paulus katakan dalam Filipi 4:4 “bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan”

Padahal kalau mau kita bisa membuat membuat yang namanya PEMBALIKKAN
Kita ubah kondisi, opini yang berkembang. Kita ganti dengan optimisme dan keyakinan penuh. Dukungan bagi pemberantasan Virus Corona. Media sosial kita pakai sebagai sarana kampanye yang efektif. Quote, firman, foto , video yang yang menggambarkan bahwa kita dapat mengalahkan corona.

Ayo untuk minggu minggu kita semua bersatu lawan dan gaungkan di mana mana terutama Medsos. Kita ciptakan gelombang dan getaran penuh keyakinan, kita semua pasti bisa!!!. Kita percaya kepada pemerintah support para tenaga medis, Polisi tentara dan semua Gugus Tugas dan relawan para frontliner yang bekerja siang malam dengan resiko yang nyata, terpapar virus jahat ini.

Baca Juga : Menguak Rahasia Paskah Dalam Simbol Telur dan Kelinci

Kita percaya dan Serahkan semua kepada ahlinya. Sisanya kita yang lakukan dengan taat.
Saat ini saat yang genting, bersatulah! Stop posting berita deng samua tu nyanda-nyanda!!!

Saya percaya dalam nama Tuhan Yesus Virus ini pasti dapat dikalahkan! Seperti lagu lirik lagu Bob Marley “Don’t Worry about a thing, cause every little thing is gonna be alright” Terjemahan bebasnya: jang tako biasa-biasa jo kwa karena samua akan beres. Alias so pernah ley kwa.

Ketika Petrus ketakutan dan hampir tenggelamketika ia ingin ikut berjalan sama seperti Yesus Tuhan Yesus mengulurkan tangannya dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Matius 14:22-36.

Baca Roma 8:38-39 kita adalah pemenang. Penyakit dan maut tidak akan memisahkan kita dari Kasih Kristus. Mari torang tetap berdoa dan bergumul di minggu-minggu sengsara ini. Tuhan tetap ada bersama kita. Amin.

Penulis: Pendeta Franky Kalalo

Renungan Hidup 1 Korintus 3 : 1 - 9

Maret 23, 2020

Ketika Paulus tinggal di Korintus dia tidak dapat berbicara dengan jemaat yang sudah dewasa dalam iman namun ia berhadapan dengan jemaat yang sifatnya seperti bayi yang membutuhkan susu bukanlah makanan keras. persoalan yang timbul waktu itu adalah perselisihan antar jemaat yang melihat tentang pelayanan di lakukan oleh Paulus dan Apolos masing-masing mempertahankan ideologi orang yang di unggulkan bukan melihat siapa yang memiliki pelayanan tersebut.

Sehingga ada kesan di Korintus telah ada penggolongan pelayanan dan telah bermunculan banyak pihak berdasarkan kehadiran pelayan-pelayan sehingga Paulus menyatakan hal itu bukan kehendaknya maupun Apolos karena justru mereka bekerja sama di bawa tuntunan Allah.

Baca Juga : Puasa Dalam Alkitab

Paulus katakan bahwa dia yang menanam Apolos dan para penginjil yang menyiram tapi Tuhan Allah yang menumbuhkan. menurut Paulus baik menanam maupun menyiram adalah satu dan saling melengkapi. karenanya mereka tidak boleh menjadi penyebab perselisihan karena mereka adalah kawan sekerja Allah yang harus memberi buah kepada jemaat di mana menjadi pusat pelayanan.

Dewasa ini banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam pemerintah maupun gereja.tatanan perekonomian, pengglobalan Iptek maupun kepluralisan masyarakat dalam menuju suatu peradaban sempurnah. namun di sisi lain tidak sedikit pula perubahan-perubahan dalam lingkup gereja.

Ketika jemaat di perhadapkan dengan pergumulan dalam pelayanan kadang muncul juga ungkapan kita harus membela yang A dan jangan yang B  serta masih banyak lagi opini terbangun di tengah jemaat apalagi ada dalam perselisihan maka opsi ini sering berlaku sebagai alternatif terakhir. menyelesaikan masalah apapun alasannya.

Paulus menekankan bukan "ia" atau "apolos" memiliki kehebatan melayani atau jemaatnya hebat namun karena Anugerah Tuhan sehingga jemaat perlu memahami ketiga ada dalam syukur pelayanan yang berhasil atau secara harafiah sukses bukan karena manusianya namun oleh kemurahan Tuhan.

Maka demikian jika menghadapi pergumulan pelayanan makanan keraslah yang menjadi bagian jemaat sehingga semakin mapan dalam iman bukan sebaliknya hanya makanan bayi. maksudnya adalah pelayanan butuh teguran yang keras bukan berarti penuh amarah sambli kasih menjadi unsur penyeimbang dalam ketegasan sebuah keputusan bila akhirnya itu di lakukan.

Baca Juga : Mencari Dia yang Hidup di Antara Orang Mati

Untuk itu mulailah untuk saling melengkapi satu dengan lainnya buka saling mencari siapa yang terhebat jago dalam berkhotbah dan lain sebagainya namun bagaimana melihat kemurahan Tuhan yang terus di limpahkan bagi merekan sungguh-sungguh melayani Dia Tuhan Yesus yang telah mati bagi kita dan bangkit menyelamatkan serta memberi hidup bagi kita sampai detik ini.

Mencari Dia yang Hidup di Antara Orang Mati

April 05, 2019

Pembacaan Alkitab,  Lukas 23:56b dan Pasal 24:12

Semua kita tidak asing dengan orang mati. Juga tidak asing dengan tempat orang mati: kubur. Oleh sebab itu mencari orang mati tidak susah bagi kita. Tetapi mencari orang hidup di antara orang mati tidak pernah kita lakukan. Itulah dikatakan dua orang kepada perempuan-perempuan yang membawa rempah-rempah (bunga-bunga dan wangi-wangian) untuk mayat Yesus di kubur. “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati ?”

Mencari orang mati di antara kita yang masih hidup tak perlu dipertanyakan, bukan pertanyaan. Tapi mengapa mencari orang hidup di antara orang mati barulah pertanyaan. Dengan pertanyaan itu orang berpikir, merenung. Pertanyaan yang pantas dan sengaja ditujukan kepada yang mencari mayat Yesus. Mencari Yesus yang sudah mati. Padahal Ia bukan lagi mayat, bukan lagi orang mati. Yesus hidup, bangkit seperti yang Ia pernah (sudah) katakan kepada murid-murid-Nya yang justru sedang mencari-Nya di kubur.

Yesus bangkit. Yesus hidup. Yesus menang. Kubur tak dapat menahan Dia. Kuasa maut tak dapat membelenggu Dia. Bukan hanya maut dan kematian itu sendiri yang dikalahkan (dimenangi) tetapi segala sesuatu yang membawa (mengakibatkan) kematian telah kalah; 


Tidak berdaya. Tidak berkuasa. Itulah pokok iman (kepercayaan) Gereja, orang-orang Kristen. Rasul Paulus mengatakan: “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (I Kor. 15:14). 

Hanya oleh kebangkitan (Paskah) Kristus maka ada kepercayaan, ada pemberitaan. Hanya karena kebangkitan ada Gereja, ada anggota jemaat. Bila kebangkitan Kristus tidak menjadi pasti maka tidak ada orang-orang beriman, tak ada gereja, tidak ada anggota jemaat, tidak ada persekutuan ibadah seperti ini. Mungkin ada, tapi semacam agama. Entah agama apa namanya. Mungkin agama Yesus, agama salib atau agama kubur. Iman Kristen menurut saya bukan agama seperti itu.

Iman kristen meresponi dan mempercayai perbuatan Allah, secara khusus kebangkitan. Kemenangan dari kuasa maut dan kematian. Di situ Allah menjumpai kita dan mengaruniai kita keselamatan. Sedangkan agama adalah daya upaya (usaha) manusia mencari Allah, Tuhan dan mencapai keselamatan.

Padahal Tuhan tidak tergantung pada manusia. Manusialah yang bergantung pada Allah, pada perbuatan-Nya, pada kasih Karunia-Nya.

Kita memuji Allah yang hidup. Allah yang mengaruniakan hidup sekaligus kehidupan. Agar supaya dunia hidup, umat manusia hidup. Pusatnya adalah kebangkitan Yesus. 

Persoalan sekarang ialah banyak cara berpikir, tingkah laku, praktek hidup, yang mengarah bukan pada kehidupan tapi pada kematian. Kita boleh daftarkan banyak hal antara lain yang disebut-sebut penyalahgunaan narkoba, mabuk-mabukan, korupsi, teror, malas, iri, menghalangi orang lain, kekerasan seperti yang hangat diberitakan tentang IPDN bahwa banyak “Camat” (calon mati) karena sepeda motor. 

Boleh ditambah lagi daftar itu. Yang pasti kita orang-orang beriman diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk memelihara kehidupan ini, mengisi kehidupan ini. Jangan di jajah oleh kematian, mencari kematian di tengah kehidupan. Padahal Yesus Dialah yang hidup di antara orang mati.

Kiranya kita semua tetap menjalani hari hari kehidupan sebagai berkat Tuhan, mengisinya dengan baik dan bertanggung jawab sebagai orang orang hidup karena kemenangan Yesus yang bangkit

Sumber : Penulis Pdt.M.M.M Lengkong

Doa Menurut Kehendak Tuhan

April 05, 2019

Kita sering kali berdoa meminta Tuhan memberkati kita. Apa yang terbayang di benak kita?  Rumah besar, kendaraan pribadi, uang banyak, deposito, atau pengaruh?  Alkitab mengatakan, kita tidak akan mendapatkan apa-apa jika salah berdoa.

Tuhan ingin memberkati kita berlimpah-limpah secara jasmani, tetapi pernahkah kita menyadari bahwa berkat rohanilah yang menjadi pusat perhatian Tuhan, suatu berkat yang membentuk dan menajamkan karakter kita.

Ketika kita berdoa meminta Tuhan memberkati kita secara jasmani, cara pandang Tuhan akan berkat tersebut dapat berbeda dengan cara pandang kita.  Meski kita meminta rumah, mobil, kekayaan, Tuhan selalu melihat apakah kekayaan itu akan membuat kita lupa diri atau semakin dekat dengan-Nya.

Begitu pula bila kita berdoa meminta Tuhan memberikan berkat rohani. Kita berdoa agar Tuhan membuat kita memiliki hati seorang murid, kita berdoa agar bisa senantiasa menyenangkan hati Tuhan, kita berdoa agar kita menemukan cinta yang sejati, dan sebagainya.

Baca Juga : 7 Cara Sederhana Menghilangkan Grogi saat Memimpin Ibadah

Sebelum kita memperoleh apa yang kita doakan, Ia akan membentuk kita sedemikian rupa dan itu mungkin akan terasa sakit.

Ambil contoh tentang doa meminta cinta yang sejati.  Sebagai anak Tuhan kita rindu mendapat pasangan hidup yang dipayungi oleh cinta sejati dan dilandasi oleh iman dan kehendak Tuhan.

Tapi apa konsekuensi dari doa seperti ini?  Cinta sejati tidak pernah lepas dari pengujian waktu dan air mata.  Siapkah kita?  Kita bisa saja berdoa sembarangan atau tidak bermaksud serius dengan apa yang kita doakan.  Namun, berhati-hatilah dalam berdoa.  Doa kita dapat dijawab dengan cara yang tidak pernah kita pikirkan.jadi berdoalah menurut kehendak Tuhan

Soli deo Glorya

Puasa Dalam Alkitab

Maret 27, 2019

Gmimbetel Pintukota - Pendahuluan - Tulisan ini lebih bersifat informatif, yakni memberi data-data tentang puasa dan praktek puasa dalam Alkitab baik dari Perjanjian Lama (PL), maupun dari Perjanjian Baru (PB). Walaupun demikian, pada bagian akhir tulisan ini, saya akan memberikan semacam refleksi teologis tentang puasa secara umum, dan puasa  diakonal secara khusus.

Bagian pertama tulisan ini adalah penjelasan singkat tentang pengertian istilah puasa, secara umum dan secara khusus dalam hubungan dengan penggunaannya dalam Alkitab.

Bagian selanjutnya berupa uraian atau analisis tentang praktek puasa itu sendiri, bentuk-bentuk dan maksud-maksud puasa itu dalam praktek kehidupan keagamaan umat/jemaat, baik dalam PL, maupun dalam PB. Sebagai penutup dari tulisan ini, yaitu:  beberapa catatan reflektif tentang puasa (ritual/penyembahan) dan secara khusus puasa diakonal.

Tentang Istilah Puasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puasa diartikan: menghindari makan dan minum dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan). Kata Yunani nesteuo( kata kerja yang berarti  berpuasa; nesteia, kata benda yang berarti puasa) yang dipakai dalam PB, mempunyai makna yang sama dengan istilah Ibrani tsum, (kata kerja yang berarti berpuasa; tsom, kata benda yang berarti puasa) yang dipakai dalam PL; artinya menunjuk pada tindakan tidak makan atau menghindar dari makanan, atau tanpa makan (mis. Kel.34:28; Ul.9:9; Ester 4:16; Lukas 5:33).

Dalam PL, kata ini dihubungkan juga dengan ungkapan dalam bahasa Ibrani innah nefesh (secara harafiah berarti merendahkan diri), yang menunjuk pada upacara penyucian dimana puasa merupakan bagian daripadanya (Imamat 16:29,31; 23:27; Bil.29:7; Yes.58:3; Maz.35:13). Dari ayat-ayat ini, jelas bahwa berpuasa merupakan akta atau tindakan merendahkan diri.

Bentuk dan Maksud Puasa Berdasarkan PL 

Di Israel, puasa dilakukan sebagai persiapan untuk berkomunikasi dengan Allah (Dan.9:3; Kel. 34:28; Ul.9:9). Puasa dilakukan oleh individu yang menghadapi tekanan atau beban hidup yang berat.

Daud, misalnya, dikatakan berpuasa untuk memohon supaya Tuhan menyelamatkan anaknya dengan Batsyeba yang sedang sakit keras (2Sam.12:16-23); Ahab berpuasa sebagai tanda berkabung sehubungan dengan hukuman yang akan ia terima karena kejahatan yang ia lakukan terhadap Nabot (1Raja-raja 21:27).

Pemazmur berpuasa ketika ia sakit (Mazmur 35:13), dan dalam menghadapi pergumulan berat ( Maz. 69:11) ; Daniel berpuasa  sehubungan dengan malapetaka yang akan ditimpakan pada umat Yahudi (Dan.9:3); Nehemia berpuasa ketika mendengar berita tentang kesukaran besar yang menimpa orang-orang Yahudi yang tinggal di Yerusalem ( Neh.1:4). Puasa dilakukan juga oleh umat/bangsa :
  1. menghadapi bahaya perang atau kehancuran. Orang Israel berpuasa  menghadapi perang melawan suku Benyamin yang telah menelan korban 18.000 orang dari antar mereka (Hakim-hakim 20:26); sebelum berperang melawan orang-orang Filistin; dalam rangka menghadapi serangan bani Moab dan Amon ( 2Taw.20:3); menghadapi ancaman pemusnahan orang Yahudi oleh  raja Ahazweros (Ester 4:16); menghadapi ancaman malapetaka (Yunus3:4-10). 
  2. menghadapi  tulah belalang  yang menimpa negeri mereka (Yoel 2:12).
  3. diberikan kelancaran perjalanan pulang  orang-orang yang kembali dari  pembuangan (Ezra 8:21-23).
  4. sebagai suatu ritus ibadah pengakuan dosa (Neh.9:1)
  5. dalam hubungan dengan menangisi kematian seseorang; umat berpuasa karena kematian Saul  ( 1Sam.31:13/1Taw.10:12).
Dari data-data di atas,  penting untuk dicatatkan di sini bahwa 
  • Puasa dan doa berjalan bersama-sama. Perhatikan ungkapan-ungkapan ini : . . berdoa dan bermohon, sambil berpuasa  (Dan.9:3), berpuasa dan berdoa (Neh.1:4), memohon kepada Allah  ia berpuasa (2Sam12:16-23), berpuasa. . dan doaku (Maz.35:13),  beruasa. . aku berdoa (Maz.69:11),  berpuasa. . dan meminta pertolongan Tuhan (2Taw.20:3), berpuasa . . berseru dengan keras kepada Allah (Yun.3:4-10), berpuasa dengan menagis dan mengadu (Yoel 2:12), merendahkan diri di hadapan Allah, memohon . . berpuasa dan memohon kepada Allah (Ez.8:21-23),  berpuasa, mengucapkan pengakuan dan sujud menyembah kepada Allah (Neh.9:1), (Lihat juga Yer.14:11-12). Jadi, puasa dilakukan  dalam rangka doa. Dalam hal ini, puasa hendak memberi sifat dari pada doa itu sebagai doa yang dilakukan secara intens dan bersungguh-sungguh. Karena itu juga dikatakan misalnya umat berpuasa dan berkabung atau berkabung dan berpuasa (Neh.9:1; Ester 4:3; 9:31).
  • Puasa dilakukan karena menghadapi peristiwa-peristiwa tertentu dalam hal ini, bahaya, malapetaka, kesulitan, kemalangan dan kematian. 
  • Sudah disebutkan di atas, bahwa puasa sangat berkaitan dengan hal merendahkan diri (Imamat 16:29,31; Yes.58:3, 5; dll).
Puasa biasanya dilakukan dari pagi sampai petang (Hak.20:26; 1Sam.14:24; 2Sam.1:12); walalupun dalam Ester 4:16 dikatakan berlangsung selama 3 hari; atau 7 hari menurut 1Sam.31:13.
Nabi-nabi, kemudian mengeritik praktek puasa umat yang tidak lagi merupakan ekspresi dari kerendahan mereka di hadapan Allah, tetapi telah dilihat sebagai suatu prestasi kesalehan.

Sebagai tanda atau akta merendahkan diri di hadapan Tuhan, atau sebagai tanda penyesalan atas dosa-dosa dan karena itu menjadi titik tolak permulaan hidup baru, hidup dalam pertobatan, puasa hendaknya bermuara atau berimplikasi pada perwujudan kehendak-Nya atau ke-rajaan-Nya di bumi, yaitu: usaha-usaha penegakan keadilan dan kebenaran serta kesejahteraan (aspek diakonal).

Bahwa komunikasi atau hubungan umat (pribadi atau persekutuan) dengan Tuhan, dijalin, bukan hanya melalui doa yang intens dan bersungguh-sungguh serta dalam kerendahan hati di hadapan Allah, sebagaimana yang dimaksudkan oleh praktek puasa itu sendiri, tetapi juga melalui kepatuhan dan ketaatan umat kepada-Nya, dalam hal membebaskan orang-orang yang tertekan dan teraniaya, berbagi dengan orang-orang miskin, yang tak punya makanan, pakaian dan perumahan  (Yes.58:3-7).
Berdasarkan PB

Baca Juga : Hidupkah Kesaksian Saya

Dalam surat-surat Paulus secara khusus, tidak ditemukan  informasi tentang praktek puasa yang dilakukan oleh jemaat-jemaat  yang berlatar belakang Yunani, kecuali dalam 2 Korintus 6:5 dan 11:27 dimana puasa disebutkan dalam konteks pengalaman pribadi Paulus.

Jadi, rasul Paulus sendiri tidak mengamanatkan puasa itu untuk dilakukan oleh jemaat-jemaat yang ia layani pada waktu itu. "Lukas" dalam tulisannya yang kedua, Kisah Para Rasul  menyebut jemaat  di  Antiokhia yang berpuasa dalam rangka ibadah pengutusan Saulus dan Barnabas untuk tugas pemberitaan firman (Kis.13:2,3).

Dikatakan pada ayat 3  : Maka berpuasa dan berdoalah mereka . . . Jadi, mereka mendoakan Paulus dan Barnabas dalam rangka tugas pemberitaan firman. Puasa, dalam hal ini mendukung doa.

Ungkapan berdoa dan berpuasa,  hendak menunjuk pada doa yang dilakukan secara intens dan bersungguh-sungguh..

Demikian juga dalam Kis.14:23 disebutkan tentang rasul-rasul dan jemaat yang berdoa dan berpuasa dalam rangka menyerahkan penatua-penatua kepada Tuhan yang mempercayakan tugas melayani melalui penetapan oleh rasul-rasul.

Pandangan baru dalam hubungan dengan persoalan puasa terungkap secara jelas dalam kata-kata Yesus sendiri sebagaimana disaksikan oleh ketiga Penginjil Markus, Matius dan Lukas (Mark.2:18-20; Maitus 9:14-17; Lukas 5:33-35).

Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama-sama dengan mereka  (Mark.2:19).  Perkataan Yesus ini merupakan jawaban-Nya atas pertanyaan orang-orang,  (Mark.2:18)  murid-murid Yohanes  (Mat.14), orang-orang Farisi (Lukas 5:33) yang datang kepada Yesus dan mempersoalkan murid-murid-Nya yang tidak berpuasa, padahal murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi, berpuasa.

Dalam konteks perkataan Yesus di atas, berpuasa yang dimaksudkan menunjuk pada tindakan merendahkan diri, berkabung sehubungan dengan penantian mempelai (Mesias). Dari ucapan Yesus itu, jelas bahwa Yesus telah menunjukkan bahwa Dialah Mesias itu. Dan karena itu, kehadiran Mesias, kabar baik tentang keselamatan itu tidak tergantung pada perbuatan manusia.

Dan bahwa kehadiran sang Mempelai itu merupakan berita sukacita. Dalam terang pemberitaan Yesus yang berpusat pada Mesias itu, puasa merupakan sesuatu dari masa lampau, masa yang telah berlalu.

Inilah yang dimaksudkan oleh Yesus, ketika ia memberi penjelasan lebih lanjut melalui perumpamaan tentang secarik kain yang belum susut pada baju yang tua  dan anggur yang baru dalam kantong kulit yang tua (Mark. 2:21 dan paralelnya). Dengan demikian apa yang dikatakan oleh para penginjil ialah bahwa puasa itu telah digantikan oleh Yesus.

Tetapi Yesus sendiri tidak mengkritik praktek puasa itu sendiri. Yang Ia kritik ialah pemahaman mereka tentang puasa (demikian juga ketentuan-ketentuan keagamaan lainnya) sebagai syarat keselamatan atau sebagai syarat pembenaran. Orang Farisi yang menganggap diri benar karena menuruti semua ketentuan agama termasuk berpuasa, justru pulang sebagai orang yang tidak dibenarkan oleh Allah (Luk.18:9-14).

Yesus mengkritik juga puasa dan doa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi, semata untuk  memenuhi ketentuan agama, sebagai suatu prestasi kesalehan untuk membenarkan diri sendiri.

Demikian juga Yesus mengkritik praktek puasa yang dilakukan oleh orang-orang munafik. Dikatakan mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat mereka sedang berpuasa, padahal mereka tidak berpuasa (Matius 6:16). Apa yang Yesus anjurkan ialah apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya Bapamu yang ada di tempat tersembunyi (Mat.6:17-18).

Yesus mengkritik puasa yang dilakukan sekedar untuk supaya dilihat orang, untuk pamer.
Walaupun Yesus telah memenuhi atau menggenapkan puasa (dan semua ketentuan keagamaan, band. Mat.5:17), tetapi Yesus tidak mengatakan ”tidak”terhadap puasa itu.Yesus sendiri,  sebagaimana disaksikan oleh Penginjil Matius, dikatakan berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam (Mat.4:2; dalam Lukas hanya dikatakan : selama di situ, yaitu: selama empatpuluh hari di padang gurun Yesus tidak makan Luk.4:1,2);

Kitab Markus yang justru menjadi sumber penulisan kisah itu oleh kedua penginjil itu tidak menyebutkan bahwa Yesus berpuasa (Mark.2:12,13). Tetapi, ketiga Penginjil sama dalam hal menempatkan kisah pencobaan Yesus itu pada bagian sebelum Yesus memulai pelayanan-Nya.   Dikatakan bahwa sebelum Ia memulai pelayanan-Nya, Yesus, oleh Roh Kudus dibawa ke padang gurun dan dicobai selama empatpuluh hari lamanya (Mar.2:12,13), yang sesungguhnya hendak menggambarkan saat-saat khusus dimana Yesus menggumuli panggilan-Nya untuk memberitakan Kerajaan Allah.

Padang gurun dengan binatang-binatang liar merupakan gambaran mengenai betapa berat tantangan yang akan diperhadapakan kepadaNya. Dalam konteks inilah kita memahami kisah pencobaan Yesus yang disaksikan oleh Matius dan Lukas, dimana dikatakan bahwa Yesus berpuasa selama empat puluh hari empatpuluh malam.

Dari sisi kemanusiaan Yesus, Iapun perlu penguatan dan kepercayaan diri menghadapi tugas yang dipercayakan kepada-Nya. Saat khusus dimana ia menggumuli panggilan-Nya, telah memberi Dia kekuatan dan kepercayaan diri. Iblis tidak bisa menang atas-Nya.  Dikatakan bahwa Iblis akhirnya meninggalkan Dia dan lihatlah malaikat-malaikat datang melayani Dia (Mat.4:11; Luk.4:13; Mark.1:13b).

Dalam Matius17:21, kita membaca kata-kata Yesus seperti ini : "jenis ini (kerasukan setan)  tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa. " Dalam Kitab Injil Markus, hanya dikatakan "jenis ini hanya dapat diusir, kecuali dengan berdoa" (Mar.9:29). Kalau kita perhatikan, ayat 21 dalam Matius 17 yang dikutip di atas, dalam terjemahan LAI diberi tanda kurung; artinya bahwa ada banyak naskah yang tidak mencantumkan ayat itu.

Demikianlah dalam terjemahan NRSV (New Revised Standard Version), begitu juga terjemahan The Greek New Testament,  ayat 21  itu tidak ada. Dalam ceritera yang sama, Lukas sama sekali tidak menyebut berpuasa dan atau berdoa itu. Apa yang ia mau tekankan dalam hal pengusiran setan itu, yaitu: percaya (Luk.9:41).

Dari sini, dapat kita mengerti (lepas dari catatan mengenai keragaman terjemahan) bahwa dengan menambahkan kata berpuasa pada naskah Markus menjadi: berdoa dan berpuasa, Matius mau memberi penekanan pada doa yang sungguh-sungguh, doa dalam iman atau percaya yang sungguh-sungguh.

Kesimpulan dan Beberapa Catatan Reflektif
Di Israel, puasa telah dipraktekkan oleh, baik perorangan, maupun sebagai umat atau bangsa, terutama ketika menghadapi situasi-situasi khusus yang menekan atau memberatkan, kesulitan, bahaya/ancaman perang, musuh, pemusnahan,  kelaparan, sakit dan kematian., sebagai tanda berkabung atau dalam keadaan sulit atau bergumul.

Puasa dilakukan untuk memberi makna intensitas doa atau permohonan yang disampaikan kepada Allah. Karena itu, dikatakan mereka berpuasa dan berdoa atau berdoa dan berpuasa. Doa dan puasa berjalan bersama-sama.

Intensitas doa itu tergambar dari waktu atau lamanya mereka berpuasa  dan berdoa : sepanjang hari, tiga hari, tujuh hari, bahkan empatpuluh hari. Puasa juga dihubungkan dengan hal merendahkan diri.

Dalam hal ini, puasa dihubungkan dengan upacara penyucian. Umat berpuasa sebagai akta merendahkan diri, karena dosa-dosa, untuk memohonkan pengampunan atau penyucian.   Jadi, puasa memberi makna pada kepentingan introspeksi dan koreksi diri yang melahirkan penyesalan dan pertobatan. Puasa, sesungguhnya hendak mendekatkan seseorang atau umat pada Tuhan.

Dengan berpuasa diharapkan umat akan menjalin komunikasi yang lebih intens dengan Tuhan. Dalam hal inilah, barangkali, menurut saya makna yang dapat kita petik dari praktek puasa di Israel.

Maksudnya ialah bahwa perlu bagi kita selaku jemaat, perorangan dan persekutuan untuk mengintensifkan saat-saat doa kita. Kita tidak harus mengambil satu hari  untuk berdoa terus menerus secara intensif, tetapi paling tidak, selain saat doa kita setiap hari, bahwa ada saat doa yang kita khususkan untuk hal-hal atau peristiwa-peristiwa tertentu (menghadapi masalah keluarga, pekerjaan di kantor, masaalah pelayanan, menghadapi ujian, krisis ekonomi, ketidakadilan, terorisme, dsb).

Bagaimana dengan kelompok-kelompok doa di jemaat-jemaat kita? Barangkali ibadah-ibadah Kolom atau katergorial dapat divariasikan dengan ibadah khusus doa dan puasa  untuk mendoakan situasi-situasi khusus yang dihadapi oleh anggota-anggota jemaat secara pribadi atau keluarga; tetapi juga dalam hubungan dengan persoalan-persoalan, tantangan-tantangan dan pergumulan-pergumulan yang dihadapi Gereja, masyarakat dan bangsa Indonesia serta bangsa-bangsa di dunia ini.

Ibadah- ibadah Hari Minggu sengsara Kristus, barangkali dapat juga divariasikan dengan Ibadah Puasa/Perenungan/Meditasi yang di dalamnya jemaat melakukan perenungan khusus tentang jalan derita Kristus pada satu pihak, dan pengkhianatan-pengkhianatan kita,  pada pihak lain.

Sebagaimana yang menjadi kritik nabi-nabi, tapi juga kritik Yesus, puasa dan doa kita tidak akan merupakan simbol keagamaan saja, suatu kemunafikan; demikianlah aspek penyembahan/ritual harus bermuara pada upaya-upaya peningkatan kesejahteraan, penegakan keadilan dan kebenaran (aspek diakonal).

Hal ini tentunya berkaitan dengan tugas kenabian kita selaku gereja di tengah-tengah masyarakat. Puasa diakonal yang telah diprogramkan oleh Gereja kita pada Minggu-minggu Peringatan Sengsara Kristus dimaksudkan untuk memberi makna khusus pada penghayatan tentang kasih dan solidaritas Kristus yang telah menderita dan taat sampai mati di kayu salib.

Karena itu, rasanya kurang pas, apabila pada minggu-minggu peringatan sengsara Kristus, kita berpesta pora. Di mana lagi kekhasan peringatan itu? Saya pikir ini juga berhubungan dengan suasana/dekorasi gedung atau tempat ibadah.

Puasa diakonal bukanlah sekedar program pengumpulan dana, tetapi sebagai bagian dari penghayatan kita mengenai kasih dan solidaritas Kristus, puasa diakonal menjadi tanda yang nyata dari kasih dan solidaritas kita dalam membangun kehidupan sejahtera, aman dan damai, benar dan  adil, serta penuh kasih.

Barangkali ada sasaran khusus puasa diakonal yang ditetapkan oleh Gereja (sinode) setiap tahun. Tetapi, pribadi dan keluarga dapat juga dari hasil perenungannya, menyatakan tanda kasih dan solidaritasnya kepada sesamanya.

Selain pada minggu-minggu peringatan sengsara Kristus, barangkali perayaan Minggu-minggu Advent, yang makna ritualnya  memang terkesan kurang dihayati secara khusus,  dapat divariasikan (misalnya minggu keempat) menjadi minggu puasa diakonal.

Melalui perkataan-Nya sebagaimana yang disaksikan oleh para penginjil (Mark.2:18-20 dan bagian paralelnya) kita memahami bahwa segala sesuatu telah digenapkan dalam Kristus. Kristus menjadi dasar dan pusat kehidupan dan pelayanan Gereja. Dengan demikian, bentuk pelayanan apapun yang kita layankan kepada sesama, sesungguhnya merupakan tanda ketaatan kita kepada

Kristus yang telah lebih dahulu mengasihi kita. Sesungguhnya kasih merupakan dasar dari segala sesuatu yang Gereja lakukan. Demikianlah juga kasih merupakan dasar dan tujuan pelaksanaan puasa itu. Yesus tidak mengkritik praktek puasa itu.

Dia mengkritik kemunafikan dan kecongkakan mereka yang membenarkan diri sendiri dengan berpuasa. Puasa dan semua aktivitas keagamaan Gereja akan menjadi sia-sia, jika tidak berdasar dan bermuara pada kasih itu. Yesus seperti yang disaksikan oleh para Penginjil mengambil waktu untuk menggumuli secara khusus panggilan ke-Mesiasan-Nya, sebelum Ia memulai tugas-Nya memberitakan Kerajaan Allah.

Demikianlah Penginjil Matius dan Lukas menyaksikan bahwa Yesus selama empatpuluh hari lamanya berpuasa. Bukan saja Yesus, tetapi jemaat di Antiokhia juga berdoa dan berpuasa dalam rangka pengutusan Saulus dan Barnabas (Kis. 13:3)

begitu juga rasul-rasul dan jemaat berdoa dan berpuasa untuk menyerahkan para penatua yang telah ditetapkan  itu kepada Tuhan (Kis.14:23). Kenyataan bahwa ada rekan-rekan pelayan khusus, pendeta, penatua atau syamas yang hidup dan pelayanannya  sering menyimpang dari panggilan yang sesungguhnya.

Ini tantangan dan pergumulan kita bersama.  Barangkali tentang hal itu kita selaku Gereja perlu melakukan ibadah doa dan puasa atau perenungan khusus. Sampai sejauh mana masa persiapan pendeta (vikariat) betul-betul menjadi wahana mempersiapkan calon pendeta sebagai pendeta yang bukan saja memiliki kualitas intelektual, emosional dan sosial yang memadai, tapi terutama  memiliki integritas yang tinggi pada panggilannya. Sudah waktunya barangkali untuk memikirkan  Tata Ibadah Peneguhan Pendeta  yang lebih kontemplatif.

Sumber ; Pdt.L.Pangaila-Kaunang