Apakah Khotbah Itu

Maret 28, 2018
Rabu, 28 Maret 2018

HOMILITIKA

Oleh: Pdt. Heski L. Manus, M.th 

I. HOMILETIK & TRADISI BERKHOTBAH
Gmimbetel Pintukota - Apa dan bagaimana berkhotbah kadang menjadi pekerjaan yang kata orang ”susah-susah gampang”. Gampang tampaknya, karena di mana-mana kita menyaksikan orang berkhotbah; apalagi dengan perkembangan media elektronik yang pesat, acara rohani dirasa takkan lengkap tanpa khotbah.

Berkhotbah dilihat sebagai aktifitas dengan mengandalkan bahasa lisan, yang kadang disamakan dengan berpidato atau hal beretorika. Susah, karena ketika tugas berkhotbah itu diserahkan kepada kita, kita tidak tahu harus mulai dari mana dan apa yang mau dikatakan.

Untuk sedikit membedah mengenai ”Berkhotbah” maka tulisan pendek ini dibuat. Bukan sebagai tulisan yang sangat ilmiah tapi lebih bertujuan pada kegunaan praksis bagi para pemuda yang bersedia memberi diri untuk tugas gereja ini, termasuk dalam pelatihan pemuda ini (Oktober 2007).

Homiletik artinya ”ilmu yang menerangkan ayat mas atau kepandaian menguraikan suatu hal” (S de Jong). Kata ini berasal dari Bahasa Yunani ”Homilia” yang berarti: perundingan, penguraian atau khotbah. Dalam dunia akademik disebut ”Ilmu Berkhotbah”.

Baca Juga : Bahan Khotbah di MTPJ

Khotbah adalah salah satu cara pemberitaan Injil, dan bukan satu-satunya cara. Apa spesifikasi dari berkhotbah? Khotbah selalu terkait dengan menyampaikan kabar sukacita kepada suatu persekutuan tertentu sebagai firman Allah untuk manusia. Khotbah sebenarnya menyorot keadaan sehari-hari yang dihadapi jemaat. Di dalamnya ada ajakan, supaya jemaat dapat bertumbuh dalam pengenalan dan iman yang teguh kepada Yesus Kristus.

Tradisi berkhotbah bukan nanti dimulai pada jaman kita ini. Jauh sebelum kita, Orang Israel telah hidup dan ditopang dari khotbah. Panggilan mendengarkan ”khotbah” dikumandangkan oleh Tuhan Allah sendiri: ”Syema, Israel” (atau ”Dengarkanlah, hai Israel”).

Dalam berbagai bentuk kitab, entah narasi, Mazmur, Amsal, dll, orang israel suka sekali mendengar sejarah hubungan mereka dengan Tuhan Allah; pemanggilan Abraham, kelahiran seorang putera dari kandungan rahuim Sara yang lanjut usia, pengorbanan Ishak, kecerdikan Yakub, penjualan Yusuf, kelahiran dan tampilnya Musa, masa-masa di padang belantara, penaklukan Yerikho, pemilihan Saul, kebesaran Daud, dst.

Dalam Perjanjian Baru, kita mendapati benang merah yang tidak putus dari Perjanjian Lama, hal mana khotbah ikut membentuk persekutuan umat Kristen mula-mula. Khotbah-khotbah dalam Kisah Para rasul, misalnya, diberi kerangka atas bagi pemberitaan tentang kristus.

Khotbah-khotbah tidak pernah berhenti, ia tumbuh dinamis. Pada abad pertengahan, kita mendapati Injil disebarkan ke seluruh dunia, tidak hanya berpusat di Yerusalem, tetapi melebar ke Roma. Dan melalui perbuatan Tuhan dalam diri Wyclif, Hus, Swingly, Calvin dan Luther, firman-Nya disediakan dalam bahasa sehari-hari

sehingga setiap orang yang mampu membaca dapat membaca dalam bahasa mereka masing-masing. Injil dapat disebarkan di berbagai belahan dunia dan memasuki relung-relung pergulatan manusia. Tuhan sedang melakukan karya-karyanya di tengah-tengah kita.


Itu sebabnya seorang pengkhotbah tidak pernah boleh menganggap dirinya bertindak sendirian. Kita berkhotbah dalam suatu ”suksesi” para pengkhotbah, dalam sebuah garis yang merentangkan seluruh jalan kembali kepada para rasul, dan sebelum mereka, kepada nabi-nabi Israel (Killinger J.)

II. PENGKHOTBAH

Panggilan utama pengkhotbah adalah mengasihi. Jika tidak, pengkhotbah tidak akan mengerti keadaan jemaat dan tidak ada yang dapat dikhotbahkan. Kita harus mengasihi jemaat dan mengasihi visi Tuhan tentang jemaat, barulah kita dapat berkhotbah. Dalam kenyataannya, kasih itu ada pada orang-orang yang seatap dengan kita, tetangga, mereka yang kita jumpai dalam perjalanan hidup kita.

Berkhotbah yang baik bukanlah sebuah tugas atau karya yang dapat dilakukan sendirian. Memang dilakukan oleh seorang individu, tetapi melibatkan banyak hal – komunitas iman (Jemaat, kolom, BIPRA),

Alkitab yang dipegang sebagai pusat khotbah, tradisi pemberitaan, karunia-karunia, pengalaman-pengalaman serta ketrampilan sang pengkhotbah. Berkhotbah adalah sesuatu yang harus dirasakan, dicerna, dipelajari dan dihayati. Ia bertumbuh melalui refleksi, sikap mendengarkan, doa, penilaian ulang, serta usaha yang terus-menerus.

Dan pada akhirnya tidak ada seorangpun yang secara sungguh-sungguh mampu menentukan nilainya karena berkhotbah bukanlah sesuatu yang berakhir pada dirinya sendiri. Ia hadir untuk mengarahkan jemaat kepada Kristus dan Kerajaan Allah, walaupun Kerajaan itu telah ada di dalam diri mereka.

II. LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT KHOTBAH
Langkah-langkah di bawah ini lebih merupakan penuntun secara umum yang biasanya dilaksanakan seorang penyusun dan pembuat khotbah.

A. Menemukan Bahan Bacaan dan Nas.

Seorang yang akan membuat khotbah biasanya mesti menjawab beberapa pertanyaan: bagaimana menemukan bacaan dan nas? Apa arti bacaan dan nas bagi kehidupan jemaat? Nas yang bisa juga disebut ayat emas adalah sebagian dari bacaan yang menjadi dasar khotbah.

Dalam persekutuan warga GMIM, biasanya bahan bacaan (plus nas) telah disusun secara terjadwal. Tapi bagaimana bila kita memang mesti mencari bagian lain, hal ini bergantung dengan kondisi masing-masing. Biasanya kita akan memperhatikan situasi khusus pendengar, atau dengan mengaitkannya dengan kalender gerejawi.

Pada pokoknya, seorang yang rajin membaca dan merenungkan Alkitab sebagai kegiatan harian, akan cepat menemukan bahan bacaan yang sesuai. Bahan dapat juga diperoleh seperti kilasan dalam pikiran dan perenungan kita. Sebagian memperolehnya dari pengalaman hidup yang direfleksikan atau dari semacam catatan harian tentang peristiwa-peristiwa penting.

B. Menafsirkan Bahan Bacaan

Teks Alkitab yang kita sebut bacaan atau nas, hasruslah dibaca berulang kali supaya kita mengerti apa yang kita baca. Sukar menyampaikan bila bagian tersebut tidak dimengerti dengan jelas. Karenanya, suatu teks perlu ditafsir untuk menemukan konteks penulisannya.

Apa latar belakangnya; Siapa yang menuliskannya? Apa yang hendak dikatakannya? Siapa Yohanes itu? Apakah ia seorang murid atau raja? Di mana tempat tinggal para murid? Selain informasi dalam kitab, beberapa buku dasar bisa membantu, antaranya Kamus Alkitab, Peta, Ikhtisar Sejarah, atau konkordansi (kini dapat ditemukan dalam program komputer).

Dengan menafsir maka kita dapat menemukan pokok-pokok berita pada jamannya, serta bagaimana ia dapat disampaikan di masa kini. Dari kerja menafsir sampai menyajikan dalam bentuk khotbah, kita menyadari, ada petunjuk yang sangat terikat pada konteks, di mana tidak mungkin dalam penerapannya sekarang, sehingga yang ditarik adalah prinsip-prinsip rohaninya (Contoh: berbagai larangan tentang makanan dalam kitab Imamat).

C. Menetapkan Tema

Mencari dan menetap tema dalam khotbah bertujuan memberi arah pada apa yang hendak diberitakan. Tidak semua bahan khotbah yang dipilih, diangkat dan diolah itu layak disampaikan. Tema yang digagas sejak awal akan membuat khotbah tersusun,

dan ketika dibawakan akan menghindarkan seorang pengkhotbah ‘melantur’. Tema yang baik adalah sederhana dan cukup singkat; hanya menyebut satu-dua pokok saja yang amat berhubungan. Dari tema besar dapat dibagi sub-tema atau pokok-pokok lainnya yang kemudian diuraikan.

Klimaks khotbah erat sekali dengan tujuan. Karena itu, sedari awal dapat dilihat apa tujuan khotbah yang dibuat; entah Pekabaran Injil, penyegaran rohani, pengajaran/dogmatik, etika, ataupun praksis hidup. Dari tema besar, kita membaginya menjadi kerangka yang lebih besar.

D. Mengakhiri Khotbah

Bagian ini dapat dilakukan dengan membuat kesimpulan yang memberi dorongan agar jemaat dapat hidup berdasarkan firman. Gunakanlah kata-kata penegasan yang mengaitkan jemaat pada inti khotbah. Bisa pula ditutup dengan nada pertanyaan, asalkan tidak bertujuan menggantungkan pesan di dalamnya, sehingga orang beranggapan khotbahnya tidak selesai.

Contoh penggunaan pertanyaan di akhir khotbah: ”bersediakah saudara-saudara memberi diri dalam melayani Tuhan dan sesama?” Bisa pula diisi dengan ungkapan umum di masyarakat, syair, atau ayat yang menguatkan isi khotbah. Penutup yang kurang baik, kadang dapat membuyarkan ingatan orang pada seluruh khotbah.

E. Membawakan Khotbah

Sesudah khotbah selesai dibuat, tinggal membawakannya. Bagian ini juga bukannya tanpa kesulitan. Ada yang membaca khotbahnya seperti membawakan ceramah, jarang melihat ke depan apalagi menatap. Antara kebutuhan melihat pada teks (kecuali seluruh bagian telah dihafal) dan melihat kepada jemaat mestilah diperhatikan.

Dari segi suara, hendaknya dapat didengar seluruh jemaat (ruangan tertutup atau terbuka). Suara dijaga tetap prima, tidak harus sangat keras karena bisa membuat lelah, tidak juga sangat pelan sehingga “dilewatkan” begitu saja oleh pendengar. Kemudian berbicaralah dengan terang. Kategori ini disebut artikulasi.

Maksudnya supaya bunyi huruf dan kata diucapkan dengan saksama dan jelas. Tempo tiap kalimat perlu diperhatikan berdasarkan kebutuhan dan maksud kalimat. Ada kalimat yang terlalu deras diucapkan; si pengkhotbah tampak terampil tapi ucapannya seakan sambil lalu.

Soli Deo Glorya

Thanks for reading Apakah Khotbah Itu | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show Comments
Hide Comments

0 comments on Apakah Khotbah Itu

Posting Komentar

Syalom mari memberi komentar dengan sopan sesuai dengan tujuan web, Komentar mengandung nilai negatif kamis hapus.saudara juga bisa berbagi pengalaman Inspirasi atau materi Khotbah serta Renungan Firman Tuhan dll disini.Terima kasih sudah berkunjung